Rabu, 14 Desember 2022

Koneksi Antar Materi MOdul 1.4.a.8 Budaya positif

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4.a.8

AGUS PANCA SULISTYONO

CGP ANGKATAN 7 SMK NEGERI 8 PURWOREJO

 

Saat ini saya sampai di modul 1.4.a.8. Koneksi antar materi Budaya Positif . Koneksi antar materi modul 1.4 saya diminta untuk memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3. dan di harapkan dapat menyusun langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.

Koneksi Antar Materi Budaya Positif

Sebagai pendidik, kita perlu ingat kembali tujuan pendidikan nasional bahwa pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Sekarang, berdasarkan pedoman itu, Profil Pelajar Pancasila diharapkan menjadi pegangan untuk para pendidik di ruang belajar yang lebih kecil. Profil ini tidak hanya dimiliki oleh murid berprestasi secara akademik atau murid yang menonjol dalam bakat lainnya, profil pelajar Pancasila ini diharapkan dimiliki oleh seluruh murid kita di dalam kelas.

Kaitannya visi guru dengan pemikiran ki hajar dewantara adalah pendidik wajib menerapkan konsep pemikiran dari ki hajar dewantara dengan memberikan teladan hidup dan kehidupan, mendampingi anak dengan rasa menyenangkan. memberikan semangat untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alam dan zamannya serta memberikan dukungan dan mendorong anak dengan kepercayaan dirinya menjemput kebahagiaan hidup.

Terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan demikian Visi Diri atau visi guru penggerak harus sejalan dengan pemikiran ki Hajar dewantara tersebut.

Keterkaitan visi dengan nilai dan peran guru penggerak adalah visi harus mampu mencerminkan nilai dan peran dari guru penggerak untuk mewujudkan propil pelajar pancasila. Perlu saya sampaikan bahwa sebagai guru penggerak memiliki nilai yaitu Berlajar berpihak pada murid,inovatif,kolaboratif,mandiri dan Reflektif. kemudian Guru penggerak juga mempunyai peran Menjadi Pemimpin Pembelajaran,Menggerakkan komunitas Praktisi,Menjadi /pendamping coach bagi guru lain,Mendorong kolaborasi antar guru, dalam penerapannya dibutuhkan totalitas Guru dalam mengkolaborasikan nilai-nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran. Sehingga visi harus mampu Mewujudkan profil pelajar pancasila.

Jika pendidik sudah menerapkan nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran dan ingin mewujudkan visi guru penggerak memerlukan inkuiri apresiatif yang terjabarkan dalam metode BAGJA melalui prakarsa perubahan.

Filosofi Pemikiran Ki hajar Dewantara yang didukung dengan nilai dan peran guru serta diterapkan dengan visi yang terjabarkan dalam strategi BAGJA akan melahirkan budaya positif di sekolah.

Budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, teori kontrol, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi

Budaya positif dimulai dari disiplin positif dan ini harus datang dari diri. Disiplin pertama kali dibangun dari dalam diri untuk memperoleh kemandirian belajar. Belajar tanpa disiplin sama saja dengan membuat pendidikan menjadi tidak bermakna. Sehingga tujuan akhir untuk mendapatkan kemantapan capaian kognitif, emosional, dan psikomotorik sudah pasti tidak tercapai.

Membentuk disiplin positif di lingkungan kelas diperlukan keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibentuk dengan kesepakatan bersaman anggota kelas yang di dasarkan atas nilai-nilai Kebajikan universal dan menekankan pada keyakinan diri serta memotivasi. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Disiplin positif bertujuan membentuk tanggung jawabnya. Melalui disiplin positif pengajar menuntun anak didik buat mempunyai perilaku tanggung jawab dan berdasarkan tindakan atau nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila yaitu nilai beriman, bertaqwa pada Tuhan yg Mahaesa & berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis & kreatif. Inilah tujuan akhir berdasarkan pendidikan disiplin positif. Disiplin positif tidak menggunakan sanksi atau hukuman, namun lebih membentuk pencerahan diri akan tanggung jawab diri menjadi warga sosial.

Dalam penerapanya pendidik akan dihadapkan pada konflik yang ada di lingkungan.oleh karenanya pendidik perlu membekali diri dengan Kontrol diri. Teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut antara lain Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

Posisi Kontrol yang direkomendasikan untuk digunakan dalam proses budaya disiplin yaitu posisi kontrol Manajer . posisi kontrol manager memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan diri mereka sendiri, bertanggung jawab atas masalah yang mereka hadapi dan menemukan solusi terbaik. Sehingga nilai-nilai guru seperti kemandirian, inovasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpihak pada siswa sangat sesuai dalam mendukung dengan posisi kontrol manajer. Guru dengan kualitas dapat menerapkan nilai-nilai dan peran guru yang baik di kelas, sekolah, dan masyarakat.

Untuk dapat memantapkan diri dalam posisi kontrol manager guru juga di harapkan mampu memahami berbagai kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan hidup, cinta dan rasa diterima, Penguasaan, kebebasan, dan kesenangan. Dengan memahami kebutuhan dasar manusia akan memberikan langkah-langkah yang mudah untuk melakukan pembimbingan kepada murid karena kebutuhan setiap murid memiliki kebutuhan yang berbeda.

Guru sebagai pendidik juga diharapkan mampu mempraktekkan Segitiga Restitusi untuk menyelesaikan setiap permasalahan murid. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sehingga murid bisa berfikir bahwa dirinya dihargai meski mereka berbuat salah dan diharapkan tidak mengulanginya lagi.

Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah.

 Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan. Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.

Sebagai guru saya dulu menggunakan teori kontrol sebagai penghukum pada siswa sehingga siswa centerung mengulangi kesalahan yang sama karena pada saat mereka terhukum mereka akan lebih termotivasi untuk menghindar dengan cara yang halus agar tidak terhukum lagi dan mereka juga bisa menghindari pelajaran saya dengan tidak berangkat karena tidak ingin dihukum. Setelah mempelajari teori kontrol dan segitig restitusi saya mulai berfikir agar menjadi guru yang bisa memberikan rasa indah dan nyaman pada murud terutama pada murid yang bermasalah atau yang melakukan kesalahan.

 

Menjadi Cahaya Kecil

Menjadi Cahaya Kecil Membakar Diri Demi Menerangi Generasi Oleh: [Agus Panca Sulistyono, Pembina Pramuka dan Pendidik Karakter] “Pendidikan ...