KONEKSI ANTAR
MATERI MODUL 1.4.a.8
AGUS PANCA
SULISTYONO
CGP ANGKATAN 7 SMK
NEGERI 8 PURWOREJO
Saat ini saya
sampai di modul 1.4.a.8. Koneksi antar materi Budaya Positif . Koneksi antar
materi modul 1.4 saya diminta untuk memahami keterkaitan konsep budaya positif
dengan materi pada modul 1.1, 1.2 dan 1.3. dan di harapkan dapat menyusun
langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk
mewujudkan budaya positif di sekolah.
Koneksi Antar
Materi Budaya Positif
Sebagai pendidik,
kita perlu ingat kembali tujuan pendidikan nasional bahwa pendidikan
diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab”. Sekarang, berdasarkan pedoman itu, Profil Pelajar Pancasila diharapkan
menjadi pegangan untuk para pendidik di ruang belajar yang lebih kecil. Profil
ini tidak hanya dimiliki oleh murid berprestasi secara akademik atau murid yang
menonjol dalam bakat lainnya, profil pelajar Pancasila ini diharapkan dimiliki
oleh seluruh murid kita di dalam kelas.
Kaitannya visi guru
dengan pemikiran ki hajar dewantara adalah pendidik wajib menerapkan konsep
pemikiran dari ki hajar dewantara dengan memberikan teladan hidup dan
kehidupan, mendampingi anak dengan rasa menyenangkan. memberikan semangat untuk
tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alam dan zamannya serta memberikan dukungan
dan mendorong anak dengan kepercayaan dirinya menjemput kebahagiaan hidup.
Terpenting yang
harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan
sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati,
memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo
mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh
kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia
dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan
demikian Visi Diri atau visi guru penggerak harus sejalan dengan pemikiran ki
Hajar dewantara tersebut.
Keterkaitan visi
dengan nilai dan peran guru penggerak adalah visi harus mampu mencerminkan
nilai dan peran dari guru penggerak untuk mewujudkan propil pelajar pancasila. Perlu
saya sampaikan bahwa sebagai guru penggerak memiliki nilai yaitu Berlajar
berpihak pada murid,inovatif,kolaboratif,mandiri dan Reflektif. kemudian Guru
penggerak juga mempunyai peran Menjadi Pemimpin Pembelajaran,Menggerakkan
komunitas Praktisi,Menjadi /pendamping coach bagi guru lain,Mendorong
kolaborasi antar guru, dalam penerapannya dibutuhkan totalitas Guru dalam
mengkolaborasikan nilai-nilai dan peran guru penggerak dalam proses
pembelajaran. Sehingga visi harus mampu Mewujudkan profil pelajar pancasila.
Jika pendidik sudah
menerapkan nilai dan peran guru penggerak dalam proses pembelajaran dan ingin
mewujudkan visi guru penggerak memerlukan inkuiri apresiatif yang terjabarkan
dalam metode BAGJA melalui prakarsa perubahan.
Filosofi Pemikiran
Ki hajar Dewantara yang didukung dengan nilai dan peran guru serta diterapkan
dengan visi yang terjabarkan dalam strategi BAGJA akan melahirkan budaya
positif di sekolah.
Budaya positif di
sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, teori
kontrol, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), keyakinan
sekolah/kelas, segitiga restitusi
Budaya positif
dimulai dari disiplin positif dan ini harus datang dari diri. Disiplin pertama
kali dibangun dari dalam diri untuk memperoleh kemandirian belajar. Belajar
tanpa disiplin sama saja dengan membuat pendidikan menjadi tidak bermakna.
Sehingga tujuan akhir untuk mendapatkan kemantapan capaian kognitif, emosional,
dan psikomotorik sudah pasti tidak tercapai.
Membentuk disiplin
positif di lingkungan kelas diperlukan keyakinan kelas. Keyakinan kelas
dibentuk dengan kesepakatan bersaman anggota kelas yang di dasarkan atas
nilai-nilai Kebajikan universal dan menekankan pada keyakinan diri serta
memotivasi. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan
keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis
tanpa makna.
Disiplin positif
bertujuan membentuk tanggung jawabnya. Melalui disiplin positif pengajar
menuntun anak didik buat mempunyai perilaku tanggung jawab dan berdasarkan
tindakan atau nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila yaitu nilai beriman,
bertaqwa pada Tuhan yg Mahaesa & berakhlak mulia, berkebhinekaan global,
bergotong royong, mandiri, bernalar kritis & kreatif. Inilah tujuan akhir berdasarkan
pendidikan disiplin positif. Disiplin positif tidak menggunakan sanksi atau
hukuman, namun lebih membentuk pencerahan diri akan tanggung jawab diri menjadi
warga sosial.
Dalam penerapanya
pendidik akan dihadapkan pada konflik yang ada di lingkungan.oleh karenanya
pendidik perlu membekali diri dengan Kontrol diri. Teori Kontrol Dr. William
Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang
guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol
tersebut antara lain Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan
Manajer.
Posisi Kontrol yang
direkomendasikan untuk digunakan dalam proses budaya disiplin yaitu posisi
kontrol Manajer . posisi kontrol manager memberikan kebebasan kepada siswa
untuk menemukan diri mereka sendiri, bertanggung jawab atas masalah yang mereka
hadapi dan menemukan solusi terbaik. Sehingga nilai-nilai guru seperti
kemandirian, inovasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpihak pada siswa sangat
sesuai dalam mendukung dengan posisi kontrol manajer. Guru dengan kualitas
dapat menerapkan nilai-nilai dan peran guru yang baik di kelas, sekolah, dan
masyarakat.
Untuk dapat
memantapkan diri dalam posisi kontrol manager guru juga di harapkan mampu
memahami berbagai kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan dasar manusia adalah
kebutuhan hidup, cinta dan rasa diterima, Penguasaan, kebebasan, dan
kesenangan. Dengan memahami kebutuhan dasar manusia akan memberikan
langkah-langkah yang mudah untuk melakukan pembimbingan kepada murid karena
kebutuhan setiap murid memiliki kebutuhan yang berbeda.
Guru sebagai
pendidik juga diharapkan mampu mempraktekkan Segitiga Restitusi untuk
menyelesaikan setiap permasalahan murid. Restitusi adalah proses menciptakan
kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa
kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)
Restitusi juga
adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk
masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka
inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen,
1996).
Restitusi membantu
murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya
setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk
menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya
adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka
percayai. Sehingga murid bisa berfikir bahwa dirinya dihargai meski mereka
berbuat salah dan diharapkan tidak mengulanginya lagi.
Melalui restitusi,
ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan
murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan
untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.
Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah
berbuat salah.
Ada peluang luar biasa bagi murid untuk
bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan. Murid perlu bertanggung jawab atas
perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari
pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang.
Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan
kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.
Sebagai guru saya dulu
menggunakan teori kontrol sebagai penghukum pada siswa sehingga siswa centerung
mengulangi kesalahan yang sama karena pada saat mereka terhukum mereka akan
lebih termotivasi untuk menghindar dengan cara yang halus agar tidak terhukum
lagi dan mereka juga bisa menghindari pelajaran saya dengan tidak berangkat
karena tidak ingin dihukum. Setelah mempelajari teori kontrol dan segitig
restitusi saya mulai berfikir agar menjadi guru yang bisa memberikan rasa indah
dan nyaman pada murud terutama pada murid yang bermasalah atau yang melakukan
kesalahan.